Saran Guru Besar FKUI Soal Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis Prabowo-Gibran-Blogicakicak.com

Blogicakicak.com-



Jakarta

Pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran menganggarkan hampir Rp5 triliun untuk pemeriksaan kesehatan atau tes kesehatan gratis, termasuk tes tuberkulosis (TBC) bagi setidaknya 52 juta masyarakat Indonesia.

Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) sekaligus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Tijandra Yoga Aditama mengulas langkah awal pengutamaan pengobatan TBC gratis. Itu tepat.

“Jumlah kasus TBC kita tertinggi kedua di dunia. Jadi saya sangat mendukung pemerintahan baru memberikan prioritas penting dalam pengendalian TBC,” kata Prof Tijandra saat ditemui di Detikcom, Kamis (26/9/2024).

iklan

Gulir untuk melanjutkan konten.

Prof Tijandra menegaskan, program pengendalian TBC harus diutamakan dibandingkan program promosi dan pencegahan agar kasus TBC tidak semakin meningkat dari waktu ke waktu. Melakukan pengobatan pencegahan TBC dan menggalakkan pendidikan kesehatan tentang pencegahannya, serta imunisasi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Tahap selanjutnya adalah pengobatan kuratif hingga deteksi, skrining, komunikasi dan pengujian risiko tinggi dll selesai, ujarnya.

Sesuatu yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah adalah menangani pasien TBC yang resistan terhadap obat. Di sisi lain, Prof Tjandra menilai tes yang kurang diperlukan adalah pemeriksaan kesehatan paru-paru.

“Oleh karena itu, sebisa mungkin bisa dikaitkan dengan deteksi penyakit paru-paru lainnya. Misalnya di Jepang, tes rontgen digunakan untuk mendeteksi tuberkulosis, namun belakangan ini, khususnya di Jepang, kasusnya menurun secara signifikan. Tes ini juga digunakan untuk mendeteksi kanker paru-paru,” lanjutnya.

Saat ditanya siapa yang akan mengelola program tersebut, Profesor Tjandra mengaku terbuka dengan segala pilihan. Namun menurutnya, tidak perlu membentuk entitas baru untuk menyelenggarakan program terkait.

“Pemeriksaannya ada jenis dan perbedaannya, ada pula yang dampaknya lebih besar terhadap individu dan masyarakat sehingga tidak perlu ada lembaga tersendiri,” ujarnya.

Menurut Profesor Tijandra, pengelolaan program terkait seharusnya berada di bawah Kementerian Kesehatan RI.

“Kalau pelayanan kesehatan ada, dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan (karena kesehatan didesentralisasikan ke daerah). Kalau BPJS bukan lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan, tugas BPJS lebih pada pengelolaan. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, namun anggaran.

(Naf/Kna)

Sumber link

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama