
Jakarta –
BPA, atau Bisphenol A, adalah bahan kimia yang digunakan terutama dalam produksi resin epoksi yang tahan lama dan plastik polikarbonat yang keras dan bening.
Bahan kimia ini bukanlah hal baru dalam industri pengemasan dan furnitur, namun telah digunakan sejak tahun 1950-an. Namun BPA saat ini menjadi isu sensitif di masyarakat.
Kandungan BPA pada polikarbonat dapat berpindah ke makanan atau minuman di dalam kemasannya. Hal ini biasanya disebabkan oleh kondisi tertentu seperti paparan sinar matahari, suhu tinggi, dan perubahan keasaman air.
Senyawa BPA dapat berpindah dari kemasan plastik polikarbonat ke bahan makanan atau minuman bila terdapat residu akibat reaksi yang tidak sempurna. Karena BPA bereaksi sepenuhnya terhadap plastik, maka BPA tidak boleh terhirup.
iklan
Gulir untuk melanjutkan konten.
“Kadang-kadang dalam reaksi pembentukan plastik, reaksinya tidak 100 persen. Oleh karena itu, masih ada sebagian yang tersisa,” tambah Akhmad Zainal Abidin, pakar polimer di Ditikcom Leaders Forum “Disinformasi Dampak BPA terhadap kesehatan” pada Rabu (17/7/2024).
Namun berbahaya atau tidaknya suatu senyawa tergantung pada kadarnya. Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menetapkan batas maksimal migrasi BPA sebesar 0,6 bagian per juta (bpj) atau 600 mikrogram/kg dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan.
Dalam penggunaan normal, migrasi BPA dari wadah plastik tidak melebihi 2 nanogram per penggunaan. Di dalam buku Ulasan tentang bisfenolMenurut Anguis Institute for Health Education, paparan BPA maksimum yang terjadi ketika seseorang mengonsumsi botol air berukuran 2 liter adalah 6 nanogram/kg berat badan per hari, jauh dari batas atas.
Studi ilmiah menunjukkan bahwa pada manusia, BPA dengan cepat dimetabolisme di usus dan hati dan dengan cepat dikeluarkan dari tubuh. BPA sendiri tidak terakumulasi dalam darah atau jaringan.
Sementara anggapan BPA dapat menyebabkan kanker belum terbukti. Ingat, penelitian hingga saat ini belum menunjukkan hubungan langsung antara paparan BPA dan risiko kanker. Studi BPA terkait kanker relatif terbatas dan hanya dilakukan pada hewan.
“Masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa BPA menyebabkan kanker,” jelas dr Aditiawarman Lubis MPH, Lembaga Penelitian Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di acara yang sama.
Pakar kanker dr Andika Rachman, SpPD-KHOM juga mengatakan bahwa kanker terjadi karena berbagai sebab. Paparan BPA baru bisa berbahaya jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama.
Paparan BPA dalam jumlah kecil tidak memberikan dampak signifikan terhadap kesehatan manusia.
“Paparan BPA bertahun-tahun memang bermasalah. Kalau rendah, terus diulang-ulang, bisa juga berdampak pada kesehatan. Tapi tentu kadarnya berbeda-beda,” ujarnya.
Tapi sekali lagi, saya ingin berkumpul, tidak semuanya kanker.
Berikutnya: Penggunaan BPA dalam produk sehari-hari
Menonton video”Para peneliti telah menemukan cara baru untuk mendeteksi kanker prostat sejak dini“
[Gambas:Video 20detik]