
Jakarta –
Dwikoro Karnawati, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), mengingatkan adanya ancaman di balik pemanasan global. Mengutip laporan Organisasi Meteorologi Dunia, Diwibara menyebutkan suhu global akan meningkat rata-rata 1,45 derajat Celcius pada tahun 2023.
Padahal, menurut laporan WMO pada tahun 2020, rata-rata kenaikan suhu global sebesar 1,2 derajat Celcius. Menurutnya, hal ini menunjukkan laju pemanasan permukaan yang relatif tinggi dalam beberapa tahun.
Dwikorita menegaskan, pemanasan global tidak bisa dianggap remeh. Tidak hanya suhu bumi yang meningkat, namun juga berdampak pada kecelakaan, kesehatan, dan kualitas udara.
iklan
Gulir untuk melanjutkan konten.
Hal ini tidak hanya berdampak pada pemanasan global, namun situasi ini meningkatkan frekuensi bencana hidrometeorologi, kekeringan, kualitas udara yang buruk, kebakaran hutan dan lahan, gelombang panas, risiko kesehatan, penurunan kualitas hidup dan ancaman terhadap kelangsungan hidup spesies di Bumi. ,” jelasnya. Dalam keterangan tertulis yang dikutip Diticcom, Jumat (21/6/2024).
Situasi ini, lanjut Dwikorita, pada akhirnya akan menghancurkan stabilitas ekonomi dan politik dunia.
Menurut Diwikoro, Indonesia sedang meningkatkan jaringan observasi bumi, baik di laut maupun di darat. Hal ini juga akan meningkatkan kapasitas pemrosesan data dan kemampuan menyebarkan informasi kepada sektor publik dan konsumen.
“Salah satu fokus pengamatan kami (Indonesia-Red) terhadap dampak perubahan iklim adalah laut. Sebab, laut adalah kunci perubahan iklim yang berinteraksi dengan atmosfer. Ini upaya kami untuk memperkuat prakiraan tersebut. , peramalan atau kapasitas peramalan” tentang udara Ketika kita berbicara tentang dampak perubahan properti, kita tidak bisa mengabaikan pengamatan laut dan atmosfer, mulai dari pengolahan data, analisis, peramalan dan peramalan, dari hasil analisis atau penyebaran informasi ke berbagai jasa. tujuannya,” jelasnya.
Dwikoro berharap Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCC) dapat mendukung negara-negara di dunia untuk mengambil tindakan sistematis dalam mengatasi perubahan iklim, dengan menggunakan pengamatan sistematis terhadap fenomena bumi sebagai dasar negosiasi dan pengambilan kebijakan. Hal ini karena kebijakan yang dibuat tanpa pengamatan sistematis terhadap kejadian di lapangan bisa saja salah atau menyesatkan.
(Naf/Kna)