
Jakarta –
Ahli epidemiologi Dickie Budiman menyoroti perlunya mencantumkan potensi bahaya BPA pada label air minum dalam kemasan polikarbonat. Ia menilai tindakan Badan POM merupakan tindakan yang tepat dan perlu untuk melindungi kesehatan masyarakat.
“Yang pertama, membicarakan label bebas BPA atau bisphenol pada kemasan produk ini benar-benar merupakan langkah atau kebijakan yang sangat tepat dalam konteks kesehatan masyarakat,” kata Dickey dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/9/2024). .
Dickey menjelaskan, BPA merupakan senyawa kimia yang digunakan dalam produksi plastik, baik polikarbonat maupun resin epoksi, yang banyak ditemukan pada kemasan makanan dan minuman. Senyawa ini berperan sebagai pengganggu endokrin yang artinya dapat mengganggu fungsi hormon dalam tubuh manusia.
iklan
Gulir untuk melanjutkan konten.
Pengamat kebijakan kesehatan ini mengatakan, langkah BPOM untuk mencantumkan label bebas BPA merupakan langkah maju yang besar dalam regulasi bahan kimia berbahaya untuk meningkatkan perlindungan konsumen di Indonesia.
“Label bebas BPA ini memberikan informasi penting kepada konsumen yang ingin menghindari risiko kesehatan akibat paparan BPA,” jelasnya.
Ia menegaskan, kebijakan ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat dan konsumen. Dengan cara ini, masyarakat dapat membuat pilihan produk yang lebih aman.
Kebijakan ini disebut mendorong transparansi dalam proses pembuatan makanan dan minuman kemasan. Oleh karena itu, langkah pemerintah untuk melindungi masyarakat dari risiko kesehatan harus didukung oleh semua pihak, katanya. Perlu dilakukan edukasi dan mengajak masyarakat untuk mewaspadai bahaya BPA dan memilih produk yang aman. Bukannya menyembunyikan potensi bahaya BPA.
“Pemerintah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat, termasuk literasi. Artinya, pemberian label bebas BPA merupakan salah satu cara untuk mengurangi paparan bahan kimia yang berpotensi membahayakan masyarakat dan pemerintah,” tegasnya.
Pilihlah dengan bijak
Dickey juga mengimbau konsumen bijak dalam mengonsumsi makanan dan minuman dalam kemasan plastik.
“Pertama, jika berbicara makanan dan minuman dalam kemasan plastik, pilihlah produk dengan kemasan yang aman. Jika memungkinkan, kurangi atau hilangkan kemasan yang tidak aman,” jelas Dickey.
Menurutnya, konsumen perlu diedukasi mengenai paparan BPA. Meski paparan BPA melalui kemasan makanan dan minuman biasanya rendah, ada faktor lain di luar proses produksi yang mempengaruhi migrasi BPA, jelasnya. Apalagi penanganan produk pasca produksi yang tidak sesuai ketentuan.
“Masyarakat perlu bijak dalam membeli produk yang aman dan mengikuti perubahan terkini dalam keamanan pangan, termasuk kajian terkait BPA atau apa yang dikatakan para ahli,” ujarnya.
Sekadar informasi, BPOM telah menerbitkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2024 Tentang Label Pangan Olahan. 61a, transisi tenggat waktu empat tahun bagi produsen untuk melakukan penyesuaian.
Pasal 48A Keterangan mengenai cara penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) pada label air minum dalam kemasan harus dicantumkan tulisan 'Simpan di tempat yang bersih dan sejuk, jauh dari sinar matahari dan bau yang menyengat'.
Sementara itu, pasal 61A seharusnya berbunyi, 'air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat, dalam kondisi tertentu, dapat melepaskan BPA ke dalam air minum dalam kemasan.'
(ncm/ega)